8/15/2010

Your Movie Sucks: Transformers Revenge of the Fallen (2009)


Seorang kawan pernah berkomentar, "tidak sehat membicarakan sesuatu yang kamu benci." Dan ia boleh jadi benar. Tapi apa boleh buat, toh rasanya tidak sehat juga kalau harus memendam rasa kesal. So let's talk about this one particular movie that I really really hate, 'cos it's ugly, it's bad, boring, horrible, awful and just plainly sucks: Transformers: Revenge of the Fallen.

Baiklah, jangan salah sangka dan mengira saya ini sejenis film buff yang hanya menyukai film-film yang sangat bagus. Saya justru merasa sebagai penggemar film yang agak gampang untuk menyukai hampir semua film yang saya tonton. Saya sendiri adalah seorang penggemar film-film B-movie, jadi rasanya saya cukup terbiasa menyaksikan film-film dengan kualitas buruk. Hey, bahkan saya sangat menikmati Plan 9 from Outer Space (Ed Wood, 1959) yang mendapat claim sebagai worst movie of all time. Tapi sayangnya ada beberapa hal yang membuat saya membenci Transformers: Revenge of the Fallen, and that's what I wanted to talk about.

Saya, atau boleh jadi kita semua rasanya cukup menikmati saat pertama kali Transformers muncul dalam versi live-action di tahun 2007. Kita semua penasaran dan menunggu akan seperti apa jadinya para robot-robot alien kesayangan kita itu dibuat dengan teknologi CGI, setelah selama ini kita hanya bisa menikmati mereka dalam format animasi sederhana. Saya pribadi ingat betul perasaan itu, kekaguman melihat salah satu serial kartun favorit (dan bahkan mainan favorit) akhirnya menjelma menjadi nyata. Coba kita ingat lagi saat pertama kali melihat Optimus Prime melakukan perubahan wujud dengan penggambaran yang cukup mendetail, dari mobil menjadi robot, atau sebaliknya. Transformers pertama adalah tontonan yang layak. Walau bukan termasuk film yang luar biasa, tapi Michael Bay berhasil mengadaptasi sebuah serial kartun sederhana menjadi tontonan pas yang sangat menghibur.

Lantas d tahun 2009 sebuah sequel datang, Transformers: Revenge of the Fallen (Transformers II). Kita semua kembali dibuat penasaran dan menunggu-- walau pada tahap ini saya sendiri mulai skeptis, toh orang-orang di Hollywood sana sudah kadung terkenal sering mengecewakan dalam membuat sebuah sequel-- dan tebakan saya sialnya benar.


Transformers II adalah kesalahan yang sebetulnya tak perlu terjadi. Naskah buruk yang mengada-ngada, karakter-karakter bodoh yang dipaksakan (karakter-karakter lama seakan kehilangan jati dirinya, dan karakter baru bermunculan entah dari mana). It's simply just a bad action movie with really big budget.

Visual efek bukan yang menjadi masalah di sini. Optimus Prime dan kawan-kawannya masih segagah seperti yang kita lihat di film pertama, namun masalahnya Bay seakan tidak memberi kita kesempatan untuk melihatnya lebih detail. Di sini Bay rasanya lebih peduli untuk memperlihatkan pada kita serombongan orang-orang konyol yang berusaha melarikan diri dari ledakan satu ke ledakan lainnya yang disebabkan oleh robot-robot yang tak kalah konyol.

Saya pikir siapapun yang menulis skenario film ini lebih baik berhenti dari pekerjaannya. Nyaris tak ada naskah di sini, atau boleh jadi tak ada cerita. Ya ya ya, saya tahu ceritanya bumi sedang terancam karena ada robot alien jahat yang bermaksud menghancurkan matahari dan bla bla bla, tapi itu hanya premis kecil yang bisa ditulis di selembar kertas HVS. Ide dasar yang klise dan sialnya dikembangkan dengan murahan. Saya pikir di sini juga nyaris tak ada dialog, kecuali jika kalian menganggap sekumpulan orang yang saling meneriaki satu sama lain dengan neurotik bisa disebut dialog. Banyak karakter-karakter baru di sini. Shia Lebouf punya kawan baru, teman sekamarnya yang akhirnya ikut terlibat dalam kacau balau yang terjadi. Sialnya karakter-karakter baru ini sama sekali tidak berpengaruh banyak untuk kepentingan cerita. Robot-robot jagoan kita juga memiliki banyak kolega baru. Coba tengok dua karakter robot kembar yang bergaya hip-hop lengkap dengan tingkah polah yang meniru komedian kulit hitam. Bukankah robot yang mirip Chris Tucker dan Martin Lawrence tidak akan berpengaruh banyak dalam cerita sci-fi macam ini? Oke, mungkin akan berpengaruh jika lucu, tapi toh sayangnya tidak.


Lantas kita mulai berpikir, siapa yang pantas disalahkan kalau begitu? Bukankah hampir semua yang terlibat dalam film ini adalah orang-orang yang sama yang dulu membuat Transformers pertama? Lantas apa, atau siapa yang menyebabkan Transformers II begitu mengecewakan? Apa barangkali ini kesalahan kita sebagai penonton?

Ya, boleh jadi ini salah kita, atau setidaknya saya. Transformers II adalah sequel yang tak perlu ada, tapi toh dalam hati kita menginginkannya ada, karena kita sangat menyukai versi pertama."If people like it, make more of it," mungkin itu yang ada di pikiran produser-produser di Hollywood sana. Kita sangat menyukai adegan-adegan pertempuran di film pertama, dan sekarang Hollywood memberikannya lebih banyak. Kita menyukai Megan Fox dan lekuk tubuhnya, and there you go, more Megan Fox for you (artian "more" di sini boleh jadi "lebih minim pakaiannya"). Kita semua menginginkannya, dan itulah yang Transformers: Revenge of the Fallen berikan. Yes, yes, yes! This is trully our fault, or at least mine.

footnote:
Tulisan ini saya buat sekitar pertengahan bulan Desember tahun lalu, jadi mohon maaf bila gaya penulisannya sedikit berbeda dengan postingan-postingan sebelumnya ;p

0 comments:

Post a Comment